PEKANBARU TINTARIAU.COM Pekanbaru , Sabtu, 19 /06 /2021 – Terbitnya peraturan gubernur Riau nomor 19 tahun 2021 tentang penyebarluasan informasi penyelenggara pemerintah dilingkungan pemerintah Provinsi Riau membuat hiruk-pikuk insan pers di Provinsi Riau.
Akibat terbitnya pergub itu menimbulkan reaksi dari insan pers di Riau yang menentang pergub tersebut.
Berapa yang menjadi catatan keberatan dari insan pers diantaranya terdapat dalam pasal 15. Dimana didalam pasal itu ada klausul yang mengharuskan perusahaan pers terferivikasi dewan pers dan wartawan harus memiliki sertifikat Uji Komptensi Wartawan (UKW). Sementara jika merujuk kepada UU Pers Nomor 40 tahun 1999 yang menjadi rujukan utama terhadap pers di Indonesia tidak menyebutkan perusahaan pers harus terferivikasi Dewan Pers, Sementara yang dimaksud dengan wartawan ialah orang yang secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik.
Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI), Wilson Lalengke, S.Pd, M.Sc, MA saat dihubungi oleh awak media melalui pesan singkat Whatsapp, memberikan tanggapan menohok terhadap Pemda setempat. “Pemerintah jangan menjadi jongos alias babu Dewan Pers,” ucap Wilson Lalengke, Kamis (18/6/2021).
Peraturan-peraturan yang diterbitkan oleh Pemerintah Pusat dan Daerah, lanjut Lulusan PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 itu, dibuat di atas surat berlogo Garuda Pancasila, sehingga tidak semestinya berisi ketentuan yang bernuansa ketundukkan atau ketaatan di bawah logo-logo lainnya, seperti logo bunga kuburan (kamboja) Dewan Pers. Sebagai lembaga non pemerintah (Non Governmental Organization) Dewan Pers hakekatnya tidak lebih dari sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di bidang pers.
Masih kata Wilson Lalengke, Surat Edaran Dewan Pers merupakan produk hukum yang hanya mengikat para personil di internal lembaga Dewan Pers dan underbow-nya. “Sehubungan dengan itu, sekali lagi ditegaskan bahwa peraturan-peraturan Pemerintah, baik Pusat maupun Daerah, tidak boleh tunduk dan taat terhadap surat edaran atau peraturan apapun yang dibuat oleh LSM Dewan Pers,” tegas pria yang menyelesaikan pasca sarjananya di bidang Global Ethics di Universitas Birmingham, Inggris ini.
Wilson selanjutnya menjelaskan bahwa berdasarkan Pasal 15 UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers, Dewan Pers bukanlah lembaga verifikasi media atau lembaga perizinan di bidang pers. Oleh karena itu, ketentuan verifikasi media oleh lembaga Dewan Pers diperuntukan dan atau diperlukan hanya untuk internal Dewan Pers saja, tidak boleh dijadikan ukuran dan dasar penentuan kebijakan dan peraturan oleh lembaga lain, apalagi oleh institusi Pemerintah.
Selanjutnya, terkait Uji Kompetensi Wartawan (UKW), Wilson mengatakan bahwa UKW yang diselenggarakan di bawah lisensi Dewan Pers adalah illegal. “Tidak ada ketentuan tersurat maupun tersirat dalam UU Pers yang memberikan hak kepada Dewan Pers dan underbow-nya untuk melakukan UKW. Uji kompetensi bagi semua bidang pekerjaan, keahlian, dan profesi, adalah ranahnya UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang pelaksanaannya dilakukan oleh Badan Nasional Sertifikasi Profesi atau BNSP,” beber Wilson yang telah melatih ribuan anggota TNI, Polri, PNS, dosen, mahasiswa, wartawan, ormas, dan masyarakat umum di bidang jurnalistik itu.
Berdasarkan ketentuan perundangan tersebut, tambah Wilson lagi, maka Dewan Pers sesungguhnya telah melakukan malpraktek perundangan ketika melakukan UKW. “Karena itu, lembaga pemerintah yang mengikuti dan mengaminkan perilaku sesat Dewan Pers terkait UKW, termasuk verifikasi media, dapat dikatakan telah melakukan pelanggaran perundangan, yang oleh sebab itu kekeliruan tersebut harus dihentikan,” pungkas alumni Program Persahabatan Indonesia – Jepang Abad-21 ini mengakhiri penuturannya.
(Redaksi TR / Sri.N / By Kupaskabar.com )