Jakarta TintaRiau.com Sabtu, 06/05 /2017 – Aksesibilitas menjadi poin penting yang ditekankan Asian Paralympic Committee (APC) pada rapat Koordinasi Komite Asian Para Games 2018 di hari kedua. Akses ini bukan hanya untuk di venue atau wisma atlet, tetapi juga kenyamanan transportasi atlet difabel. CEO APC, Tarek Souei, mengatakan, aksesibilitas kembali menjadi kendala dalam laporan yang mereka terima dari Satgas Renovasi GBK Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat pada Jumat (5/5/2017).
Dalam paparannya, Satgas masih fokus mempersiapkan venue sesuai arahan untuk Asian Games dan bukan ke Asian Para Games. Aksesibilitas hanya ramah untuk penonton saja, bukan atlet difabel. Hal ini disayangkan APC dan menjadi penilaian khusus oleh mereka. “Aksesibilitas bukan fokus utama. Mereka melaporkan venue yang lebih concern ke Asian Games bukan ke Asian Para Games. Akses bagus difabel hanya untuk penonton. Ini jadi fokus penilaian kami,” kata Tarek di Hotel Peninsula, Jakarta, Jumat(5/5/2017).
“Apalagi jika mau jujur, kita hanya punya waktu cukup pendek, hanya beberapa bulan lagi menuju game. Organisasi ini harus bekerja lebih keras jika ingin menyukseskan event. Apalagi kami tidak melihat progress mencolok dalam beberapa bulan terakhir,” imbuhnya. Sebelumnya, pada kunjungan pertama ke Jakarta, Maret lalu, APC juga sempat menyoroti beberapa venue dan wisma atlet yang tidak ramah disabilitas. Seperti di wisma atlet, Tarek menilai lift kurang lebar sehingga tidak cukup mengangkut penyandang disabilitas yang umumnya menggunakan kursi roda.
“Kami sudah memberikan saran dalam kunjungan terakhir tapi kami belum meninjaunya lagi. Kami justru mendengar dari Ketua INAPGOC jika akan ada pembangunan lagi khusus atlet difabel. Jika itu terjadi, kami tentu menyambut gembira,” tuturnya. “Tapi masalah aksesibilitas ini bukan hanya untuk wisma atlet saja, melainkan transportasinya juga menjadi hal paling pokok,” kata Tarek.
Sebagaimana diketahui, DKI telah menyiapkan 500-600 bus untuk transportasi yang ramah disabilitas. Sayangnya, menurut paparan, hanya bisa menampung dua pengguna kursi roda saja tiap busnya. “Angka 500-600 sudah bagus, tapi ini bukan masalah jumlah busnya. Tapi apakah bus tersebut bisa menampung banyak kaum difabel atau tidak, dan yang terpenting lagi apakah bisa menampung banyak, space dan safety jadi fokus utama dalam transportasi,” kata Tarek.
Tarek mencontohkan atlet basket Asian Para Games, satu tim berisi 12 orang yang berangkat bersamaan di dalam bus tapi rupanya bus itu hanya bisa menampung 2 saja. Artinya, akan lebih banyak bus yang dibutuhkan dan tidak efisien. “Ya solusinya mungkin bisa menghilangkan beberapa kursi agar ruang untuk pengguna kursi roda lebih banyak atau diratakan dengan papan. Intinya tidak hanya memuat banyak, tapi harus aman dan nyaman juga,” katanya.
“Semua negara punya cara tersendiri bagaimana mengatasi masalah ini. Kami juga belum melihat langsung kondisi bus yang akan dipakai nanti. Yang pasti busnya harus bisa aman untuk kaum difabel untuk jumlah banyak. Seperti kita tahu, untuk acara opening dan closing juga dihadiri banyak kaum difabel,” tambah Tarek.
“Kami tetap optimistis. Terbukti kami tetap datang ke sini untuk membicarakan persiapan event,” katanya.
( Tintariau.com/detik.com)