RIAU TINTARIAU.COM Pekanbaru,Rabu,16/09/2020 -Bupati Kepulauan Meranti Irwan Nasir berbagi pengalamannya kepada para peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Hal itu dilakukan saat ia diminta sebagai narasumber pada focus group discussion (FGD) tentang Desentralisasi dan Otonomi di Daerah Perbatasan yang digelar LIPI secara daring, Rabu (16/9/2020) di Pekanbaru.
FGD itu sendiri dipimpin langsung Peneliti Senior LIPI Prof Siti Zuhro. Diantara yang hadir Bupati Sanggau Kalimantan Barat Paolus Hadi, peneliti LIPI Nyimas Latifah Letty Azis, Heru Cahyono, Dini Rahmiati, dan beberapa ilmuan LIPPI lainnya.
Pada kesempatan itu, Bupati Irwan menegaskan pentingnya fasilitas dan kemudahan perdagangan lintas batas untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi daerah. Menurutnya, pemerintah daerah perlu diikutsertakan dalam kewenangan mengelola perdagangan lintas batas agar manfaatnya benar-benar dirasakan masyarakat di perbatasan.
“Faktanya saat ini banyak kewenangan strategis bagi pelaksanaan otonomi daerah tidak lagi ada di daerah. Diantaranya urusan kehutanan, kelautan, pertambangan dan energi,” ungkap Irwan.
Padahal isu-isu strategis bagi pembangunan di daerah perbatasan, sambung Irwan, sangat kompleks dan krusial. Sebut saja isu kemiskinan dan pengangguran, isu pekerja migran, kekurangan infrastruktur, peredaran narkoba, illegal logging, kesulitan akses pasar bagi komoditi lokal dan abrasi pantai yang masif.
“Span of control yang jauh dari otoritas yang memiliki kewenangan membuat isu-isu ini semakin dalam dan semakin rumit. Mungkin berbeda jika otonomi yang ditetapkan dapat memacu kreativitas daerah bukan semakin mempersempit ruang gerak daerah,” papar Irwan.
Menanggapi fenomena yang dialami daerah perbatasan, Prof Siti Zuhro sempat mempertanyakan apakah tidak ada inovasi dan kreativitas daerah perbatasan meski mengalami kesulitan dalam hal kewenangan dan keuangan.
Menjawab hal ini, Bupati Irwan menegaskan pada dasarnya inovasi dan kreativitas itu mengikuti authority atau kewenangan. Menurutnya, meski ada peluang namun inovasi tidak dapat serta merta dilakukan karena bisa-bisa pejabat di daerah akan berhadapan dengan persoalan hukum.
“Bersyukur daerah kami memiliki sagu yang dulunya tidak dipandang, dianggap makanan kelas dua bahkan makanan ternak. Namun telah dapat kita kembangkan untuk menopang ekonomi daerah,” tegas dia.
Namun itupun menghadapi kendala ketika ada kebijakan PIPIB (penghentian izin dan penundaan izin baru) dari Kementrian Kehutanan. Dimana dalam PIPIB itu, 96 persen wilayah Meranti tidak dapat dikeluarkan izin usaha dan izin membangun lainnya sehingga daerah sulit berkembang.
“Jadi memang otoritas mengatur tata ruang sangat dibutuhkan oleh daerah untuk membangun. Sementara masyarakat butuh akses. Saat ini untuk membangun jalan aja kita tidak bisa sembarangan, jika terkena wilayah hutan harus izin ke menteri dulu sehingga sangat tidak efektif,” tegas Bupati.
Baik Bupati Irwan dan Bupati Sanggau Paulos Hadi sependapat pentingnya otoritas yang lebih longgar bagi daerah dalam beberapa bidang. Terutama bidang perdagangan, kelautan, kehutanan, dan pengangkatan pegawai.
( Redaksi TR / Firman / Humas Pemkab. Meranti).